Jonathan Pradana Mailoa lahir di Jakarta, 20 September 1989 adalah peraih medali emas juara olimpiade fisika internasional sekaligus peraih gelar “The Absolute winner” dalam Olimpiade Fisika Internasional 2006. Anak pertama pasangan Edhi Mailoa dan Sherlie Darmawan ini Kedua orang tua Jonathan tidak berlatar belakang saintis. Mereka cuma karyawan swasta pada sebuah perusahaan furnitur di Jakarta, Jonathan berhasil menjadi peserta terbaik pada ajang kompetisi yang diikuti 386 peserta dari 83 negara tersebut. Dalam Olimpiade Fisika Internasional ke-37 yang diselenggarakan di Singapura pada 8-17 Juli 2006,
Keberhasilan Jonathan dan kawan-kawan itu berkat bimbingan Prof. Yohanes Surya. Saat ini Jonathan sedang melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology), Amerika Serikat. Ini perolehan medali terbanyak sejak turut serta di ajang Ipho tahun 1993, serta gelar absolute winner pertama.
ketertarikan Jonathan pada bidang fisika seperti jatuh dari langit. Namun pada mulanya, orang tua Jonathan tidak pernah memaksanya menyukai salah satu bidang. Mereka memberi kebebasan total. Dan pilihan Jonathan jatuh pada fisika. Yang jelas, Jonathan mengaku amat dekat dengan papa dan mamanya. Untuk remaja seukuran dia, dukungan dari orang tua dinilainya sebagai syarat penting supaya bisa sukses. Dia pun tampil seperti remaja umumnya. ”Kayaknya saya cenderung pendiam ya di sekolah.” Bahkan, dia pun mengaku pernah tidak mengerjakan pekerjaan rumah. ”Tapi, waktu SD,” katanya lagi sambil tertawa.
Jonathan berhasil meraih medali emas dengan nilai tertinggi dalam ujian teori (29,70) dan eksperimen (17,10). Ia berhasil mengungguli saingan utamanya dari China, Yang Suo Long, yang meraih nilai 29,60 untuk teori dan 16,45 untuk eksperimen. Berdasarkan nilai tersebut, Jonathan berhak mendapat gelar "The Absolute Winner" (Juara Dunia). Jonathan selain merebut gelar "Juara Dunia", juga berhasil meraih medali emas, "The Best ASEAN Student", serta dinobatkan sebagai “The Best Experiment Result” (peserta yang mempunyai kemampuan terbaik dalam bidang penguasaan eksperimen fisika). Gelar juara dunia ini merupakan gelar pertama kalinya bagi Indonesia yang mengikuti Olimpiade Fisika Internasional sejak 1993.
Pada Ipho ke-37 di Singapura, secara keseluruhan Indonesia memborong empat medali emas dan satu perak. Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) berhasil merebut 4 medali emas dan 1 perak (dari total 37 medali emas, 48 perak, 83 perunggu dan 81 gelar kehormatan). Medali emas diraih oleh Jonathan Pradana Mailoa (SMAK 1 PENABUR Jakarta), Pangus Ho (SMAK 3 BPK Penabur Jakarta), Irwan Ade Putra (SMUN 1 Pekanbaru), dan Andy Oktavian Latief (SMUN 1 Pamekasan). Sedangkan peserta termuda Indonesia, Muhammad Firmansyah Kasim (SMP Islam Athirah Makassar), berhasil meraih medali perak. Perolehan empat medali emas itu melebihi yang ditargetkan semula yang hanya tiga medali emas. Prof Yohanes Surya, ketua TOFI, mengaku memperoleh informasi dari koleganya, seorang profesor di Norwegia, bahwa kabar tersebut sudah bergaung di Eropa.
Pada Ipho ke-37 di Singapura, secara keseluruhan Indonesia memborong empat medali emas dan satu perak. Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) berhasil merebut 4 medali emas dan 1 perak (dari total 37 medali emas, 48 perak, 83 perunggu dan 81 gelar kehormatan). Medali emas diraih oleh Jonathan Pradana Mailoa (SMAK 1 PENABUR Jakarta), Pangus Ho (SMAK 3 BPK Penabur Jakarta), Irwan Ade Putra (SMUN 1 Pekanbaru), dan Andy Oktavian Latief (SMUN 1 Pamekasan). Sedangkan peserta termuda Indonesia, Muhammad Firmansyah Kasim (SMP Islam Athirah Makassar), berhasil meraih medali perak. Perolehan empat medali emas itu melebihi yang ditargetkan semula yang hanya tiga medali emas. Prof Yohanes Surya, ketua TOFI, mengaku memperoleh informasi dari koleganya, seorang profesor di Norwegia, bahwa kabar tersebut sudah bergaung di Eropa.
Keberhasilan Jonathan dan kawan-kawan itu berkat bimbingan Prof. Yohanes Surya. Saat ini Jonathan sedang melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology), Amerika Serikat. Ini perolehan medali terbanyak sejak turut serta di ajang Ipho tahun 1993, serta gelar absolute winner pertama.
ketertarikan Jonathan pada bidang fisika seperti jatuh dari langit. Namun pada mulanya, orang tua Jonathan tidak pernah memaksanya menyukai salah satu bidang. Mereka memberi kebebasan total. Dan pilihan Jonathan jatuh pada fisika. Yang jelas, Jonathan mengaku amat dekat dengan papa dan mamanya. Untuk remaja seukuran dia, dukungan dari orang tua dinilainya sebagai syarat penting supaya bisa sukses. Dia pun tampil seperti remaja umumnya. ”Kayaknya saya cenderung pendiam ya di sekolah.” Bahkan, dia pun mengaku pernah tidak mengerjakan pekerjaan rumah. ”Tapi, waktu SD,” katanya lagi sambil tertawa.